Dongeng merupakan sebuah bagian tak terpisahkan dalam kehidupan kita. Pasalnya sejak kecil kita sudah diperkenalkan orang tua kita akan berbagai cerita rakyat yang ada di Nusantara ini. Bahkan seringkali dongeng tersebut menjadi isnpisari bagi seorang anak dalam bertingkah laku dan bercita-cita. Dongeng merupakan jenis tradisi lisan yang memiliki peran penting dalam masa pertumbuhan ahlak anak-anak. Sebab dalam dongeng terdapat unsur hiburan disamping pendidikan. Pesan-pesan mulia tersebut diharapkan mampu membawa anak-anak pada alam kehidupan sehari-hari yang lebih baik.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dr Ayu Sutarto MA pada acara Seminar Nasional Dengeng yang diadakan oleh YIM (Yayasan Indonesia Membaca) bekerja sama dengan Perpustakaan Daerah Jember. Acara tersebut berlangsung kemarin dan bertempat di aula Universitas Muhamadiyah. Selain Dr Ayu Sutarto MA tampil pula sebagai pembicara Drs Sulistiyono, Dra Ria Angin MS, dan Tengsoe Tjahjono. Mereka memaparkan berbagai hal berkaitan dengan perkembangan dongeng. Terutama jika dikaitkan dengan perkembangannya saat ini disaat anak-anak Indonesia mulai melupakan dongeng tradisional.
''Keberadaan alat-alat hiburan seperti TV, VCD, dan Playsation menyebabkan peran pendongeng menjadi lumpuh,''kata Ayu Sutarto. Ia menyebutkan kemajuan teknologi tersebut ternyata membentuk mental ekstasi dalam diri anak-anak. ''Mental ekstasi tersebut rupanya membentuk kepribadian terbalik pada diri anak-anak,''ujar dosen Fakultas Sastra Unej ini.
Maksudnya adalah saat ini anak-anak seolah bangga jika melakukan perbuatan keliru. ''Mereka seolah tidak merasa berdosa jika melakukan kesalahan,''tambahnya. Hal ini menurutnya disebabkan adanya berbagai tokoh dalam cerita-cerita luar negeri yang menampilkan sosok penjahat yang memiliki kekusaan. Sehingga dimungkinkan dalam cerita tersebut tokoh jahat justru mengalahkan tokoh yang membela kebenaran.
''Dalam cerita tradisional Nusantara tokoh jahat selalu kalah oleh kebenaran,''ujarnya. Sehingga anak-anak terobsesi untuk berbuat kebaikan pula seperti yang dicontohkan tokoh-tokoh idolanya. Inilah yang membuat mental anak-anak menjadi terarah kepada kebaikan,''tambahnya. Sementara itu Drs Sulistiyono mengatakan dalam dongeng terdapat pesan-pesan moral yang sangat penting bagi perkembangan pola pikir anak-anak.
Selain itu dengan mempelajari dongeng seorang anak bisa dipupuk rasa percaya dirinya. Hal itu menurutnya tergantung pada pemilihan tema dan cerita yang terkandung dalam dongeng itu sendiri. ''Tema cerita akan memberikan kesan mendalam pada perkembangan anak selanjutnya,''ujarnya. Dosen Universitas Muhamadiyah Jember ini menjelaskan melalui konflik-konflik yang dibangun dan tokoh-tokoh yang ditampilkan, seorang anak mampu secara imajinatif berpartisipasi dalam cerita tersebut. ''Itu bisa terwakilkan dalam karakter tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut,''tambahnya.
Melalui simulasi konflik-konflik kongkrit dalam cerita, pertimbangan moral anak bisa dimantapkan. Selanjutnya pada tahapan yang lebih tinggi hal itu bisa ditingkatkan dan dirangsang secara efektif.
Sementara itu Tengsoe Tjahjono mengatakan salah satu penyebab hilangnya cerita tradisional dari hati anak-anak adalah kurangnya orang tua mendongeng kepada anak-anaknya. Padahal dahulu saat perkembangan teknologi belum semaju sekarang, mendongeng seolah menjadi budaya dikalangan orang tua. Sudah menjadi kebiasaam bagi orang tua untuk membacakan cerita Si Kancil, atau Timun Mas sebelum anaknya tidur. Walaupun cerita dalam dongeng tersebut fiktif, namun kesan yang ditimbulkannya bisa menciptakan daya fantasi anak. ''Akibatnya anak menjadi sangat menyukai dongeng dan cerita fantasi tersebut,''ujarnya.
Selain itu dongeng juga berfungsi sebagai sarana 'pengembaraan' anak. Sebab dengan mendengar dongeng, fantasi dan daya cipta anak akan mengembara sesuai alur cerita dalam dongeng. Saat itulah biasanya unsur pendidikan dan pembinaan moral dapat 'disusupkan' dalam benak anak-anak.Beberapa sifat yang selalu dimiliki tokoh-tokoh pembela kebenaran dalam dongeng adalah jujur, cinta kasih, adil, dan bersahabat. Sifat-sifat tersebut jarang terdapat dalam cerita modern yang umumnya berasal dari luar negeri. Sebab seringkali unsur tersebut dikalahkan oleh fabtasi kekuatan dan kesaktian yang justru membuat anak menjadi lupa pada perbuatan saling menyayangi dan menghormati orang lain. (yus)
sumber artikel: kotalayakanak.com
sumber foto: fattah