Center of Excellence (CoE)

FKIP UMM Kukuhkan Dua Guru Besar Baru dan Launching Lima CoE

Author : Humas | Selasa, 11 Oktober 2022 06:17 WIB

Rektor UMM, Dr. Fauzan, M.Pd. bersama Prof. Dr. Dwi Priyo Utomo, M.Pd dan Prof. Dr. Rr Eko Susetyarini, M.Si. (Foto: Wildan UMM)

 

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) senantiasa berkomitmen dalam memberikan kontribusi keilmuan untuk bangsa. Salah satunya melalui pengukuhan dua guru besar baru Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pada Selasa (11/10). Keduanya ialah Prof. Dr. Dwi Priyo Utomo, M.Pd. pada bidang pendidikan matematika dan Prof. Dr. Rr Eko Susetyarini, M.Si. pada bidang biologi reproduksi. 

Menariknya, nuansa akademik dalam acara itu semakin kental dengan adanya peluncuran lima Center of Excellence (CoE) FKIP UMM. Mulai dari CoE Konsultan Pendidikan dari Prodi PGSD, CoE Media dan Animasi Pendidikan Digital dari Prodi Pendidikan Matematika dan English for Hospitality dari Prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Pun dengan CoE Entrepreneur Perbukuan dari Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, dan CoE Sekolah Wisata Sejarah Digital dari Prodi PPKn.

Dalam kesempatan itu, Rektor UMM, Dr. Fauzan, M.Pd. menilai bahwa keduanya guru besar itu merupakan pribadi yang memiliki etos tinggi serta kerja keras yang tak kenal lelah. Maka ia mengapresiasi atas capaian tertinggi dalam bidang akademik yang sudah diraih. “Ini membuktikan bahwa keduanya sangat berdedikasi terkait keilmuan yang digeluti,” ungkapnya.

Baca juga: Lecturer Series UMM: Multikulturalisme dan Perkembangan Asia 

Fauzan, sapaan akrabnya juga berharap dengan bertambahnya profesor yang dimiliki UMM, kontribusi yang diberikan juga makin tinggi. Baik di level nasional, tapi juga pada tingkat global. Pun dengan korelasinya terhadap pengembangan UMM yang tengah berakselerasi dalam program internasionlisasi.

Dalam pengukuhan tersebut, masing-masing memaparkan orasi ilmiahnya. Susetyarini menyampaikan orasi mengenai “Beluntas dan Antifertilitas Serta Implementasinya dalam Pembelajaran”. Ia menilai bahwa Indonesia merupakan megadiversitas dengan keanekaragaman tumbuhan yang berbentuk pohon, perdu, dan semak. 

Salah satu tanaman bentuk perdu yaitu beluntas, bermanfaat sebagai sumber makanan dan obat. Dalam hal ini, obat yang ia kembangkan merupakan antifertilitas yakni suatu zat atau bahan yang menyebabkan tidak terjadinya fertilisasi antara spermatozoa dengan ovum. Di masyarakat, antifertilitas digunakan sebagai program kontrasepsi dengan harapan menjarangkan kelahiran

Penelitiannya tentang beluntas sebagai antifertilitas bermula dari fakta bahwa selama ini antiferlititas pada pria belum banyak diterapkan. Adapun saat ini, antifertilitas pria yang tersedia hanya sterilisasi atau suntikan testosterone. Namun menurutnya, perlu adanya pengembangan obat tradisional antifertilitas pria secara oral atau diminum. 

Baca juga: Bedah Buku Titik Nadir Penantian Karya Warga Lapas di NBS UMM

“Penelitian ini telah melalui uji prekinis ke hewan coba tikus putih jantan yang menunjukan bahwa pemberian bubuk daun beluntas berkhasiat sebagai antifertilitas. Hal tersebut juga ditunjukkan dari hasil screening DNA mitokondria spermatozoa,” tambahnya.

Di sisi lain, Priyo menyampaikan orasi terkait “Mengembangkan Pemahaman Relasional Siswa: Mengutamakan Pengetahuan Konseptual atau Prosedural?”. Menurutnya,  pemahaman relasional membantu siswa membangun skema untuk menghubungkan ilmu yang sudah mereka ketahui dengan pengetahuan yang baru. Pengembangan ide-ide dalam memecahkan soal matematika juga berangkat dari sana.

Pemahaman relasional, lanjutnya, berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan konseptual. Namun, di lapangan, terjadi perdebatan tentang mana yang harus diutamakan antara kedua pengetahuan tersebut. “Padahal, hakikatnya, hubungan antara pengetahuan konseptual dan prosedural bersifat bilateral,” tegasnya.

Karena itu, pembelajaran yang menitikberatkan pada pengembangan pengetahuan konseptual dan prosedural harus disempurnakan sehingga menjadi lebih jelas. Penjelasan yang lebih rinci dapat mengubah pembelajaran tradisional yang umumnya bersifat prosedural menjadi pembelajaran yang juga mengutamakan pengetahuan konseptual. 

Dalam kesempatan itu, turut memberikan selamat ketua BPH UMM sekaligus Menko PMK RI Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP. Ia mendorong dosen-dosen lain untuk segera mengikuti jejak keduanya. Apalagi guru besar merupakan pangkat tertinggi bagi para dosen.

“Saya juga ingin agar para profesor UMM dapat mempublikasikan ide-idenya, tidak hanya lewat publikasi ilmiah jurnal, tapi juga publikasi di ruang publik. Maka, upaya itu bisa dilakukan para guru besar dengan masif agar memberikan dampak positif,” tambahnya.

Tidak jauh berbeda, Kepala LLDIKTI Wilayah VII Prof. Dr. Dyah Sawitri, SE.,MM. Menurutnya, pengembangan perguruan tinggi merupakan tanggung jawab bersama. Salah satunya bagaimana sivitas akademika terus meningkatkan jabatan fungsional dosen. 

“Apalagi kini ada sederet kemudahan yang bisa dilakukan oleh para dosen. Maka tak ada alasan lagi untuk terus berupaya menignkatkan jabatan fungsional ini sekaligus meningkatkan reputasi perguruan tinggi,” tuturnya mengakhiri. (wil)

Center of Excellence (CoE)