Gelar Kuliah Tamu, Prodi PPKn UMM Bahas Pancasila & Kewarganegaraan dalam Dimensi Merdeka Belajar

Senin, 04 Juli 2022 21:28 WIB   Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

 

Malang─Dalam rangka mencetak calon-calon guru professional yang adaptif dan professional, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang gelar kuliah tamu, Senin (04/07/2022). Mengangkat tema “Pancasila dan Kewarganegaraan Dalam Dimensi Merdeka Belajar”, kuliah tamu yang digelar secara luring di Aula Lantai 4 GKB 4 UMM ini diikuti oleh 150 mahasiswa.

Acara diawali dengan sambutan Kaprodi PPKn, Drs. Moh. Mansur Ibrahim, M.H. Dalam sambutannya, Mansur menjelaskan bahwa mahasiswa Prodi PPKn sebagai calon guru tidak boleh terbata-bata menghadapi perubahan. Pasalnya, perubahan adalah hal yang terus terjadi. Di sini, para mahasiswaa justru harus peka, responsif, dan siap mengambil peran. “Perubahan demi perubahan yang berdampak pada kebijakan pendidikan sudah seharusnya kita sikapi dengan positif. Kita peka, responsif, dan siap mengambil peran dalam perubahan itu. Khususnya dalam kebijakan Merdeka Belajar ini. Untuk itu, kita perlu tahu terlebih dahulu bagaimana posisi kita, dimensi objek profesi kita di sana,” ungkapnya.

Sejalan dengan itu, Wakil Dekan II FKIP, Dr. Abdulkadir Rahardjanto, menegaskan kembali bagaimana Pancasila sebagai ideologi bangsa harus menjadi cultural bound. “Kita juga mengharapkan Pancasila menjadi cultural bound. Pancasila dapat dirasakan menjadi darah daging setiap saat. Tentu itu tidak hanya pada ranah kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. Dan itu terinternalisasi melalui Pendidikan, khususnya mata pelajaran Pendidikan Pancasila,” ungkapnya sebelum membuka acara secara resmi.

Dalam kuliah tamu kali ini, Prodi PPKn menghadirkan dua pembicara, yakni Dr. Winarno Narmoatmojo, M.Si. dan Dr. Nurul Zuriah, M.Si.

Mengawali pembahasan, Dr. Winarno menjelaskan ihwal kurikulum merdeka di perguruan tinggi serta di pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Merdeka atau lebih dikenal dengan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas dan kompetensi baru. Itu terwadahi dalam kegiatan belajar di luar Prodi di PT yang sama, belajar di Prodi yang sama di luar PT, belajar di Prodi yang berbeda di luar PT, dan belajar di luar kampus. Sementara itu, Merdeka Belajar di Pendidikan dasar dan menengah diarahkan pada aktivitas belajar yang lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, dan menyenangkan. Salah satunya melalui pembelajaran berbasis proyek. “Menariknya, dalam merdeka belajar, tidak ada program peminatan di SMA. Peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Selain itu, Sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik,” pungkas dosen PPKn Universitas Negeri Solo itu. 

Winarno melanjutkan, Merdeka Belajar ini memperkenalkan nomenklatur baru Components of a Civic Education (CSE) di Indonesia dengan nama mata pelajaran Pendidikan Pancasila.

“Mapel Pendidikan Pancasila memiliki muatan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan kewarganegaraan. Elemen Pendidikan Pancasila mencakup Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Sementara konten umum Pendidikan Kewarganegaraan meliputi formal content—formal discipline and the great ought—informal content, dan response of pupils,” pungkas dosen senior kelahiran Wonogiri itu.

Di sisi lain, pemateri kedua, Dr. Nurul Zuriah, M.Si., memulai paparan dengan menjelaskan sejarah perjalanan Pendidikan Nilai-nilai Pancasila dalam Mata Pelajaran sejak tahun 1957 hingga 2022. Menurutnya, pada Kurikulum Merdeka, Pendidikan Pancasila memiliki kedudukan strategis dalam upaya menanamkan dan mewariskan karakter yang sesuai dengan Pancasila kepada setiap warga negara.

“Mengapa? Karena pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila juga terdapat proyek penguatan profil Pelajar Pancasila. Dan ini terpisah dengan kegiatan intrakurikuler karena bisa dilakukan secara lintas mata pelajaran atau kolaborasi dengan guru mata pelajaran lainnya,” terang dosen senior Prodi PPKn UMM itu.

Pendidikan Pancasila dalam dimensi Merdeka belajar, masih menurut Nurul, memiliki empat dimensi. Pertama, mapel Pendidikan Pancasila memiliki kedudukan strategis dalam menanamkan dan mewariskan karakter Pancasila. Kedua, mapel Pendidikan Pancasila menjadi wahana penanaman ideologi bangsa yang kuat pada peserta didik. Ketiga, mapel Pendidikan Pancasila menjadi sarana membekali generasi muda untuk mencintai Indonesia dan Pancasila dengan sepenuh hati.

“Terakhir, kita sadari bersama bahwa mapel Pendidikan Pancasila dalam konteks Merdeka Belajar ini mencerminkan manusia merdeka yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa yaitu Pancasila,” tambahnya.  

Ia pun menegaskan kembali bahwa memasukkan Pancasila dalam kurikulum Pendidikan menjadi Langkah urgen untuk dilakukan. Karena, hal ini dapat memastikan ideologi bangsa akan tumbuh dalam diri peserta didik sebagai pondasi pembentukan kepribadian bangsa. Pancasila menjadi kunci dalam menekan ancaman terhadap nilai-nilai kebinekaan dan dalam sebuah perjalanan suatu bangsa, sikap intoleran terhadap keberagaman selalu mewarnai kebangsaan. “Oleh karena itu, perlu membekali generasi muda dengan semangat nilai Pancasila sejak Sekolah Dasar karena sekolah menjadi institusi yang tidak hanya melahirkan anak bangsa yang memiliki kecerdasan intelektual saja, tetapi juga memiliki kecerdasan kebangsaan, memiliki hati Indonesia dan berjiwa Pancasila,” tutup dosen yang juga menjabat sebagai ketua AP3KnI itu. (*fid)

Shared: