UNESCO Gelar Lokakarya Harta Karun Bawah Air

Kamis, 03 Juni 2010 15:45 WIB   Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Jakarta ---  Peristiwa pelelangan terhadap benda-benda berharga asal kapal tenggelam di perairan Cirebon membawa perhatian publik kembali tertuju pada Konvensi UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) tentang Perlindungan Warisan Budaya Bawah Air yang dicanangkan pada 2001. Konvensi tersebut memberikan perlindungan terhadap lokasi dan artifak bawah air sehingga mencegah penjarahan terhadap benda bernilai tinggi itu. Namun, di sisi lain, tidak semua isi konvensi tersebut sejalan dengan pemahaman Bangsa Indonesia terhadap pemanfaatan benda-benda berharga tersebut.

 

Pembahasan mengenai konvensi itu digelar dalam lokakarya hasil kerja sama UNESCO, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Lokakarya itu diselenggarakan Rabu (2/06) di Gedung C Lantai 3, Kementerian Pendidikan Nasional, dengan menghadirkan sejumlah pembicara dari keempat instansi tersebut.

 

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rahman, mengungkapkan bahwa kegiatan ini berusaha mengharmonisasikan peraturan yang berlaku di Indonesia dengan isi konvensi itu sendiri. Menurutnya, ada satu klausul yang tidak sesuai, sehingga perlu menjadi bahan pertimbangan, sebelum Indonesia meratifikasi konvensi tersebut.

 

"Klausul yang tidak sejalan dengan kita adalah adanya larangan menjual benda-benda yang ditemukan dari kapal yang tenggelam. Sementara bagi Indonesia, penjualan benda-benda itu dimungkinkan karena tidak semua dapat disimpan menjadi koleksi negara," kata Arief.

 

Pelelangan terhadap benda berharga asal muatan kapal tenggelam (BMKT) memang dimungkinkan karena Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Benda Cagar Budaya (BCB), tidak memuat larangan secara eksplisit pelelangan tersebut. Hasil penjualan BMKT itu dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan di Indonesia. "Kita bisa memanfaatkan hasil penjualan itu untuk memelihara koleksi yang ada di museum saat ini," kata Arief.

 

Direktur dan Perwakilan Kantor UNESCO Jakarta Hubert Gijzen menjelaskan pentingnya sebuah negara bergabung dalam konvensi tersebut. Ia menilai bahwa semakin banyak negara anggota yang meratifikasi konvensi itu, maka semakin efektif pula sistem kerja sama antarbangsa dalam melindungi warisan budaya bawah air.

 

"Kami ingin memastikan bahwa Anda tidak sendirian dalam hal ini. UNESCO akan terus berupaya untuk mendorong negara anggota yang belum menjadi negara peratifikasi untuk meratifikasi dan bekerja dengan negara-negara tersebut demi memastikan bahwa situs-situs bawah air memperoleh perlindungan hukum yang pantas," jelas Hubert. (ratih)
 

sumber: kementrian pendidikan nasional

Shared: