Webinar Sastra Seri #2, Dari Sastra Kita Belajar Hidup Dalam Pandemi

Jum'at, 26 Juni 2020 11:14 WIB   Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

 

Malang—Keberhasilan Webinar Sastra Seri #1 yang diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, Lembaga Kebudayaan UMM, dan HISKI Komisariat Malang berlanjut pada gelaran Webinar Sastra Seri #2,  Kamis (25/06/20). Terbukti, tak kurang dari 1.500 peserta dari berbagai daerah di Indonesia bergabung dalam acara ini, baik melalui Zoom maupun live streaming youtube UMM1964

Acara yang berlangsung mulai pukul 13.30-15.30 WIB ini dibuka oleh ketua pelaksana kegiatan, Dr. Daroe Iswatiningsih, M.Si., dan dilanjutkan dengan sambutan Ketua Hiski Komisariat Malang, Prof. Dr. Maryaeni, M.Pd. Webinar pun menghadirkan pemateri-pemateri secara virtual dari lima perguruan tinggi, yaitu Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Brawijaya (UB), dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang serta moderator dari Universitas Ma Chung.

Jika pada gelaran pertama yang dibahas adalah pembelajaran sastra, kali ini pembahasan pada tema besar adalah “Sastra dalam Merefleksikan kehidupan di Masa Pandemi”.

Tema besar itu diurai secara apik oleh keynote speaker, Dr. Sugiarti, M.Si. Dalam paparannya yang berjudul “Tonggak Baru Sastra Cyber Di Masa Pandemi”, ia menyebutkan bahwa pandemi menggiring eksistensi sastra cyber di tengah perkembangan pesat teknologi saat ini. 

“Saat inilah demokrasi bersastra bagi siapapun untuk berkarya. Apalagi ini didukung dengan perkembangan teknologi yang mutakhir. Tidak perlu ada kecemasan dan ketakutan untuk berkarya. Meski penilaian sastra itu sendiri nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat sebagai kritikus dan kurasi,” terangnya.

Dua pemateri lain, Dr. Ari AMbarwati, M.Pd. dan Dr. taufik Darmawan dengan jelas menerangkan ihwal interseksi antara sastra dan pandemi yang sejatinya tidak bermula pada pandemi covid-19 ini, melainkan sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Sebagai contoh, Ari menyebutkan beberapa karya seperti Geovanni Boccacio (1348)  yang menggambarkan bagaimana wabah telah menelan korban 60% warga Italia. Beberapa nama pengarang ternama lain juga disebutkan Darmawan, seperti misalnya Albert Camus dengan la Peste, Die Pest, Lock Down oleh Peter May.

Pada akhir paparan, Ari menegaskan, kehadiran sastra yang berkisah tentang pandemic dapat menjadi imun dalam menjalani kondisi sulit saat ini.

“Sastra mampu berperan sebagai imun dalam menjalani kondisi pandemi saat ini. Untuk itu, tawaran terbaik sastra dalam situasi pandemi adalah masyarakat mampu mengontrol ketakutan dan kecemasan akibat pandemic,” pungkasnya. (*/fid).

Shared: