Malangļ¼Ketika kebanyakan mahasiswa berlomba mengejar pencapaian akademik, Indira, calon wisudawan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UMM justru sebaliknya. Baginya, prestasi tak harus dalam bidang akademik saja, tetapi harus seimbang dengan nonakademik. Pada akhirnya, keyakinan itu justru yang membawanya merah penghargaan lulusan terbaik nonakademik pada yudisium periode IV FKIP UMM, Jumat (4/12/2020).
“Prestasi itu tidak harus diraih dari akademik saja”, begitu kata Indira Wanodyayu A.N lulusan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UMM. Wanita kelahiran Surabaya 11 April 1997 ini terbukti meraih prestasi dalam bidang nonakademik. Meski ia lulus dengan raihan IPK 3,57 dan masa studi 4 tahun tetapi ia mampu menghasilkan sebuah novel.
Sejak menjadi maba, Indira sudah aktif dalam dunia menulis. Hal ini tidak terlepas dari luaran perkuliahan yang berbasis produk. Alhasil beberapa karya tulisnya dipublikasikan pada beberapa surat kabar, di antaranya cerpen “Catatan Hitam Lala” (2019), cerpen “Oksigen dalam Hidup”, resensi buku “Mengenal Kebudayaan melalui Kajian Ilmu” (2019), resensi buku “Mengenal Nilai-Nilai Religiositas dalam Sastra”, opini “Dampak Kasus Bullying terhadap Tumbuh Kembang Anak”, opini “Pengaruh Pendidikan Karakter terhadap Pendidikan Anak Usia Dini”, dan masih banyak lagi. Berawal dari beberapa karyanya yang dipublikasikan dalam media massa inilah membuat Indira terdorong untuk membuat sebuah novel.
Sebuah novel yang berjudul “Long Distance Religionship” ini ia buat karena terinspirasi dari kisah seorang temannya yang menjalani hubungan beda agama. Zaman sekarang, menjalin hubungan beda agama rasanya banyak dialami oleh remaja seusia Indira. Mereka rela untuk menjalani hubungan secara sembunyi-sembunyi bahkan rela untuk melawan dan menentang orang tuanya hanya karena ingin mempertahankan hubungan beda agama ini. Berangkat dari isu inilah Indira tergerak hatinya untuk membukukan kisah tentang hubungan beda agama yang dialami langsung oleh orang terdekatnya. “Saya membuat novel ini karena saya ingin menyampaikan kepada para pembaca khususnya remaja seusia saya agar dalam mencari pasangan harus hati-hati dalam mencari pasangan. Kita harus tahu seluk beluk pasangan kita. Kita juga harus mengetahui agama yang dianutnya. Tidak bermaksud rasis atau bagaimana, kalau tahu pasangan kita berbeda keyakinan ya jangan diteruskan lagi hubungannya. Jangan bertahan hanya karena rasa eman atau sayang kan sudah pernah dijelaskan bahwa tidak dianjurkan untuk menjalin hubungan beda agama. Apalagi kalau sampai ada yang ‘mengorbankan’ orang tua hanya demi mempertahankan hubungan beda agama. Sungguh miris kalau hal itu sampai terjadi pada orang terdekat kita.”, ungkapnya.
Melalui keseriusannya dalam bidang menulis akhirnya mengantarkan dirinya untuk diterima dalam sebuah perusahaan penerbitan buku dan diangkat menjadi editor sebelum dirinya dinyatakan lulus masa kuliah. Pada semester 4, ia juga pernah menjadi editor lepas untuk membantu dosennya dalam mata kuliah umum.
Di samping menjalani perkuliahan dan menulis, Indira juga aktif menjadi influencer. Ia kerap kali menerima beberapa endorsement dari beberapa brand dan klien. Semua ini ia lakukan untuk mendapatkan uang jajan tambahan. “Ya kan sekarang lagi masa pandemi, mau cari pekerjaan juga susah. Jadi, pada awal april saya memutuskan untuk bergabung dengan beberapa manajemen endorse. Awalnya saya pikir lumayanlah untuk mengisi waktu luang sembari mengerjakan skripsi. Toh ya di rumah saja, nggak bisa ke mana-mana karena pandemi juga baru saja merebak di Indonesia. Tetapi, seiring berjalannya waktu ternyata enak juga bekerja seperti ini. Hanya main HP tapi bisa dapat uang dengan cara yang halal pastinya.” (*fid)